Bekerja by Setiawan Chogah | Pesisir Lontar, 2013 |
Oleh Encep Abdullah*
Musim hujan masih terus berlanjut—entah sampai kapan. Akibatnya, di
beberapa pelosok negeri, banjir semakin merajalela menjajahi daratan.
Lalu, hendak ke mana para korban berteduh kala rumah mereka terendam?
Berbicara soal teduh-berteduh, pada sebuah kesempatan di
ruang diskusi tanpa batas, saya sempat disodorkan sebuah pertanyaan oleh
salah seorang kawan—yang barangkali sudah lama ia pendam dalam laci
pikirannya.
“Kenapa, ya, orang-orang lebih sering menggunakan kata berteduh saat
hujan. Padahal kalau menurut saya, berteduh itu bukan menghindari hujan,
melainkan menghindari panas (terik). Bagaimana menurutmu, kawan?”
ujarnya.
Saya hanya diam karena di kepala saya tak ada referensi jawaban.
Dalam hati kecil, saya juga mengiyakan pernyataannya, tetapi mendiamkan
pertanyaannya. Iseng-iseng sepulang dari percakapan itu, terngiang di
kepala saya untuk mengungkitnya kembali. Akhirnya saya buka KBBI dan
menemukan makna teduh sebagai berikut a 1 ‘reda’ (tt angin ribut, ombak); ‘berhenti’ (tt hujan): mereka bersenda gurau sambil menanti hujan --; 2 ‘terlindung atau tidak kena panas matahari’; ‘lindap’: setelah bermain-main, anak-anak beristirahat di tempat yg --; mereka berhenti di tepi jalan yg --; 3 ‘tidak turun hujan’ (tt hari); ‘redup atau tidak memancarkan sinar yg terik’ (tt matahari): sudah beberapa hari ini matahari --; 4 ki ‘tenang’; ‘aman’: Lautan -- , Samudra Pasifik.
Sedangkan berteduh bermakna v 1 ‘berlindung’ (supaya jangan kehujanan atau kepanasan); ‘bernaung’: aku ~ di bawah pohon; 2 ‘dilindungi dr’; 3 ‘menumpang tinggal’; ‘diam’: aku gembira telah memberi tempat ~ di rumahku kpd anak yatim itu;~ di bawah betung, pb ‘mendapat pertolongan yg tidak mencukupi’.
Pada penjelasan di atas, menurut saya ada pertentangan makna sebelum dan sesudah kata teduh diberikan prefiks ber- (memang bisa saja berbeda, tetapi mestinya maknanya tidak jauh dari kata dasarnya). Makna kata teduh di atas tidak dijelaskan mengenai ‘keterhindaran dari hujan’, ‘melainkan keterhindaran dari panas matahari’, sedangkan makna berteduh
menjadi ‘keterhindaran dari panas atau hujan’; ‘berlindung’ (supaya
jangan kehujanan atau kepanasan). Kalau digolongkan jenis kelamin,
barangkali kata teduh ini berjenis kelamin ganda. Seandainya ia manusia, barangkali ia bisa protes, mengapa kelaminnya digandakan :panas dan hujan.
Dalam hal ini, saya jadi bingung sendiri. Apakah saya harus berkiblat
pada pernyataan kawan saya atau pernyataan kamus? Baik, biar lebih
jelas lagi, kita ungkit lagi ke persolan lain. Iseng-iseng saya mencari
kata teduh di internet baik gambar, berita, maupun artikel. Kata teduh-berteduh ini memang lebih sering dipakai pada saat kondisi hujan tiba (silakan Anda cari sendiri di google dengan kata kunci “berteduh dari hujan”). Ketika saya mencarinya di google dengan
kata kunci lain, semisal “berteduh dari panas”, saya malah menemukan
lirik lagu Siti Nurhaliza “Panas Berteduh Gelap Bersuluh”. Ah, bila Anda
ingin menemukan berita teduh-berteduh berkaitan dengan panas,
barangkali Anda harus mengklik urutan nomor kesekian dari mesin mencari
tersebut. Betapa malangnya nasib teduh (dari panas) yang begitu
susah saya temukan di dunia maya. Padahal, dalam kamus, pengertiannya
lebih ditekankan pada suatu hal yang terlindung dari panas (dalam hal
ini denotasi).
Dalam hati kecil, saya juga berdebat lagi. Bukankah kata teduh
juga bisa berarti ‘tenang; aman’. Sesuai dengan orang yang berteduh
ketika hujan. Mereka bisa aman dan tenang dari air dan dingin. Bukankah,
begitu?
Namun, hati kecil saya, tiba-tiba menjawab yang lain lagi. Sesuai
pengalaman, justru saya sering merasa resah dan gelisah ketika berteduh
saat hujan. Saya tidak merasa nyaman dengan kondisi demikian. Kalau saya
berteduh (apalagi terlalu lama), saya bisa dimarahi atasan karena bisa
telat kerja bahkan bisa sampai tidak masuk kerja. Apalagi kalau saya
tidak punya jas hujan, semakin resah dan gusar saja perasaan
saya—barangkali juga Anda. Apakah berteduh dalam keadaan demikian dikatakan ‘aman’ dan ‘tenang’?
Saya rasa, teduh yang berarti ‘berlindung dari hujan’ masih dirasa mengganjal. Berbeda dengan teduh ‘berlindung dari panas matahari’ atau teduh dalam Tesaurus Bahasa Indonesia yang berarti ‘adem’, ‘lindap’, ‘sejuk’; ‘mendung’, ‘redup’, maknanya lebih sesuai dengan keadaan—menurut saya. Dalam Tesaurus Bahasa Indonesia tersebut, saya semakin bingung, mengapa ada kata hujan dari antonim kata teduh? Lebih-lebih ketika saya temukan peribahasa berikut di kamus dan buku peribahasa, Hujan tempat berteduh, panas tempat berlindung. Ah, saya jadi semakin limbung. Saya harus berteduh ke mana? Mohon pertolongan Anda. [*]
* Penulis bergiat di Komintas Kubah Budaya, Serang, Banten. Tinggal di Pontang.
Dimuat di Pikiran Rakyat, 15 Februari 2015
0 komentar:
Posting Komentar